Rabu, 04 November 2015

Teater Lakon "Anak Kabut"



Assalamualaikum.wr.wb
            Kali ini di tulisan blog saya yang ke empat, saya akan menjelaskan atau menceritakan tentang pengalaman saya setelah menonton teater lakon yang berjudul anak gabut karya Soni Farid Maulana.
            Hari itu tepatnya pada hari Kamis, 29 Oktoner 2015 pukul 10.00 WIB saya dan banyak mahasiswa lainnya berada di Auditorium FIP UPI untuk bersiap-siap menonton teater lakon berjudul Anak Kabut yang disutradarai oleh Gustri Yorizal, Ricilia Ryan Putri sebagai aktor, Kamil Mubarok sebagai penata artistik dan lighting, Sidiq Utomo dan Zulqi Lael Ramadhan sebagai penata musik, dan Maudy Widitya sebagai pimpinan produksi sekaligus penata rias dan kostum.
            Sebelum memulai pementasan tersebut awalnya saya bertanya-tanya bagaimana ya ceritanya tentang Anak Kabut ini saya hampir tidak bisa menebaknya dan ya membuat saya menjadi sangat penasaran dan bersemangat untuk menonton teater lakon ini. Dan pada akhirnya teater lakon ini pun dimulai dengan diawali oleh seorang wanita yang masuk kedalam panggung dengan keadaan telah selesai mandi dan langsung duduk dimeja rias dan langsung berhias diri dengan berbicara pada cermin.
            Perempuan itu memperlihatkan seperti ia sedang berbicara dengan seseorang padahal dalam ruangan itu tidak ada siapa-siapa dan memang teater ini ditampilkan secara monolog. Lalu ia mengambil sebuah foto dan ternyata itu adalah foto kekasihnya yang sudah meninggal dunia pada peristiwa yang terjadi di bulan Mei, ia berbicara dengan foto sang kekasihnya tersebut. Dan monolog ini pun menceritakan tentang seseorang gadis yang sedang merindukan kekasihnya. Saya berpikir bahwa perempuan tersebut memiliki gangguan mental karena kehilangan sesosok kekasihnya itu.
            Perempuan itu menampilkan adegan yang merengek pada kekasihnya tersebut meminta supaya sang kekasih mentato bagian tubuhnya dengan tato naga yang melambangkan jiwa liarnya. Ia merasa bahwa tato itu bisa menjadi sebuah simbol walaupun dahulu tato disimbolkan sebagai simbol napi tapi sekarang sudah beda maknanya. Kini tato sudah menjadi sumber keindaha, semacam aksesoris, tanda, postmodern di akhir abad ke 20. Ia pun ingin mempunyai tato sebagai bentuk suatu keunikan dalam dirinya yang nantinya ia ingin tunjukan pada anak dan cucu-cucunya kelak.
            Lalu perempuan itu mulai mengingat kejadian-kejadian terdahulu tentang pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan, dan juga penyiksaan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dan diapun mulai mempermasalahkan tentang hukum yang sama sekali tidak adil untuk dirinya dan korban-korban yang lain. Dan juga tentang komnas HAM yang sama sekali tidak memperjuangkan dia dan korban lainnya dalam mendapatkan keadilan yang setimpal dengan apa yang mereka derita.
            Kejadian itu hanya muncul di media massa tanpa ada tindak lanjutnya, sehingga para pelaku pemerkosa itu masih saja berkeliaran dan para pelaku pembunuhan termasuk yang membunuh kekasihnya itu tak pernah ditangkap dan bahkan diseret ke muka pengadilan. Dan perempuan itu mengatakan bahwa tidak akan pernah lupa tentang kejadian yang sudah terjadi pada bulan Mei itu sehingga membuat biologisnya dan juga psikisnya merasa sangat terganggu ketika ingatan tentang kejadian tersebut teringat kembali. Perempuan tersebut seakan-akan hidup dalam lingkungan yang memang tidak pernah peduli antar sesamanya.
            Tetapi perempuan itu percaya walaupun sang pelaku masih belum bisa di tangkap dan sekarang si pelaku masih tenang-tenang saja duduk sambil menghisap rokok kesukaannya ditempat yang sangat jauh, bahwa hari perhitungan itu pasti akan datang  dan tidak ada seorangpun yang bisa mengelak dari kepastian hukumNya. Ia percaya bahwa balasan dari Tuhan pasti lebih membuat sang pelaku menderita. Sehingga seberapapun iang mendderita karena kejadian ini ia masih percaya dengan ada nya Tuhan yang pasti akan mengabulkan doanya untuk bisa menghukum para pelaku tersebut.
            Dan dipementasan itu perempuan tersebut menceritakan tentang kekasihnya yang hanya seorang buruh bangunan yang kerjanya serabutan. Walaupun ia bergelar sarjana di Universitas ternama, namun karena kurangnya koneksi hingga tidak bisa menjadi pegawai negeri. Dan karena tidak adanya uang jutaan rupiah sebagai uang pelicin menjadikan ia tidak dianggap oleh para penguasa di negeri ini. Karena para penguasa di negeri ini masih sangat membedakan dengan materi tanpa melihat potensi dalam diri seorang individu tersebut.
            Dalam teater ini pun menjelaskan tentang banyak nya orang-orang yang tidak memiliki rasa kepedulian antar sesama, tetapi malah menghancurkan bangsa dan negeri ini kedalam jurang peradaban yang sangat membuat bangsa menderita. Sedangkan si perusak tersebut masih ongkang-ongkang kaki, bebas dari tuntutan hukum, dan berani-berani seorang terpidana tindak korupsi masih bisa mengajukan diri sebagai Walikota, Bupati, Gubernur, bahkan Presiden.
            Selain tentang pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan, dan penyikasaan dari teater lakon monolog ini pun menceritakan tentang terjadinya banyak ledakan bom di berbagai kota di negeri ini. Dan banyak para pelaku itu mengatakan bahwa perempuan itu adalah akar malampetaka di muka bumi ini, yang menyebabkan Adan turun dari tanah surga. Dan perempuan pun yang membuat para lelaki membuat banyak perbuatan dosa akibat nafsu yang dirasakannya lalu diluapkan kepada setiap perempuan.
            Jadi, dari pementasan teater lakon monolog Anak Kabut ini pun menjelaskan tentang bahwa tidak mudah bagi seseorang dalam melupakan segala kenangan yang sangat berarti atau sangat menyakitkan yang telah dirasakan dalam hidupnya. Dan mengingatkan bahwa seharusnya hukum atau Komnas HAM bisa lebih melihat atau cepat tanggap dalam menangani masalah yang sangat serius ini, apalagi banyaknya korban-korban yang berjatuhan dan banyak merasakan penderitaan.
            Namun di akhir pementasan ini, perempuan tersebut mulai terbiasa untuk melakukan kehidupan sehari-harinya kembali dengan mencoba untuk tidak selalu larut dalam kelamnya masalah yang sudah terjadi pada dirinya dan orang-orang yang ada disekitarnya. Tapi dia pun tidak bisa menjamin jika suatu saat mungkin hal seperti ini akan terjadi kembali dalam kehidupannya ketika teringat sebuah peristiwa yang sangat membuat hidupnya menderita tersebut.
            Sekian dari saya tentang pengalaman menonton teater lakon monolog yang berjudul Anak Kabut. Semoga bisa bermanfaat bagi pembaca. Terimakasih.
Wassalamualaikum.wr.wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar